Ada seorangĀ wanita kaya raya bernama Katte, yang mempunyai barang- barang berharga yang sangat banyak. Di antaranya mobil-mobil yang tren, apartemen, berlian, emas dan uang yang banyak sekali. Di samping hartanya yang berlimpah, Katte ini hidup sendirian. Katte merupakan anak tunggal, orang tuanya sudah lama meninggal karena kecelakaan. Meski hidup berlimpah dengan kekayaan, orang tua Katte mengajarkan untuk tetap hidup sederhana, tidak berfoya – foya, mandiri melakukan segala hal dan jangan merepotkan orang lain jika hal itu bisa dikerjakan sendiri dan selalu rendah hati serta membuka tangan untuk menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan.
Katte merupakan anak semata wayang dalam rumah, tapi ia sama sekali tidak dimanja oleh orang tuanya. Inilah yang membuat Katte tumbuh menjadi anak yang tangguh, pekerja keras, rajin dan juga cerdas yaitu sebagai bukti ia merupakan lulusan dari universitas ternama dengan predikat terbaik. Karena faktor -faktor inilah yang membuat Katte sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Jadi, sebelum orang tua Katte meninggal, Katte mendapat pemberian dari kedua orang tuanya yaitu kalung berlian. Kalung itu, sangat disayangi oleh Katte. Ia selalu menjaga kalungnya dengan baik. Tidak pernah ia menghilangkan kalung pemberian orang tuanya. Ia selalu mengenakannya ke manapun ia pergi dan dalam aktivitas apapun kecuali, ketika hendak mandi . Tapi selepas itu, ia mengenakannya kembali.
Pada suatu kali ketika Katte ada sedikit keperluan yang tidak jauh dari rumahnya, ia memilih keluar dengan berjalan sambil menghirup udara sekitar. Ketika tidak lama dalam perjalanan ,Katte sudah mulai mgos-ngosan karena perjalanannya sedikit jauh. Oleh karena sedikit kelelahan, tingkat kewaspadaan Katte mulai melemah, maka tak sadar kalung berlian berharga Katte terlepas dari lehernya dan jatuh ke dalam sebuah lubang sempit yang lumayan dalam di jalan di mana Katte melintasinya. Katte belum tersadarkan dengan kalungnya yang hilang, ia berjalan terus sampai ke tujuannya dan menyelesaikan urusannya kemudian ia kembali ke rumahnya. Setelah sampai di rumah Katte berhenti sejenak dari lelahnya perjalanan.Kemudian, Katte menyiapkan makan malam untuk dirinya . Setelah hari menjelang malam dan Katte hendak mandi, aktivitas yang menurutnya sangat penting adalah melepaskan kalung berlian berharganya dari lehernya, barulah setelah itu Katte mandi. Tapi suasana sore itu benar-benar berbeda dengan sore lainya, di mana ada rasa cemas, khawatir, gelisah, sedih dan penuh kebingungan serta di tambah lagi kesunyian senja yang dingin.Penuh dengan pertanyaan dari Katte mengenai kalungnya yang hilang. Ia berusaha mencari-cari kalung tersebut sambil air mata mengalir di pipinya karena tidak kunjung menemukan kalungnya. Katte pun berusaha tenang untuk mengingat di mana kali terakhirnya ia berada. Kemudian ia ingat bahwa, sempat melakukan beberapa kegiatan di tempat di mana hari ini ia pergi karena urusannya yang penting apalagi dengan berjalan kaki. Sambil berpikir demikian, ia menengok ke arah luar ternyata waktu tak memungkinkan untuk mencari kalung berharganya karena hari sudah gelap. Keheningan malam itu menjadi cerita tersendiri bagi Katte karena peristiwa itu sangat-sangatlah menggores hatinya. Seketika ia teringat akan kehangatan cinta kasih dari orang tuanya. Katte sangat menyayangi kalung itu bukan karena kalung berlian itu mahal harganya. Akan tetapi, kalung itu merupakan peninggalan atau tanda mata dari orang tuanya sebagai bukti mereka sangat menyayangi dan mencintai Katte. Bagi Katte, tidak ada barang berharga manapun yang menandingi kalung itu karena melalui kalung itu Katte merasa orang tuanya dekat dengannya. Inilah yang membuat hati Katte tambah bersedih. Tapi karena berkat didikan dari orang tuanya, Katte tumbuh menjadi anak yang kuat dan tangguh menghadapi masalah sehingga bagi Katte ada saatnya butiran permata keluar dari matanya tapi, ada saatnya butiran-butiran itu harus dihapus. Dari inilah, Katte tidak terpuruk dalam kesedihannya sehingga ia bangkit dari kemelutan yang menjadi bagian hidupnya dan memutuskan untuk terus mencari kalungnya dengan keyakinan bahwa pastih kalung pemberian orang tuanya akan ditemukan asalkan dengan penuh ketenangan dan ketelitian yang tinggi.
Pada keesokan harinya, mentari belum menyapa dengan baik tapi Katte sudah selesai sarapan dan mempersiapkan dirinya untuk kembali ke tempat di mana ia berjalan kemarin ketika hendak menyesaikan urusannya dengan harapan bahwa semoga kalung berliannya tidak jatuh ditempat terbuka sehingga orang-orang tidak mudah melihat dan mengambilnya. Jika tidak maka pencarian ini akan semakin sulit. Di dalam benaknya Katte berpikir bahwa sudah seperti apa kalung berharganya. Waktu berlalu dan Katte sudah berjalan menyusuri perjalanannya, ia langsung bergegas ke tempat yang menjadi titik aktivitasnya kemarin. Katte mencari dengan penuh ketenangan dan ketelitian. Ia memeriksa tempat aktivitas kemarin dengan penuh keyakinan bahwa pastih kalungnya ada di sana. Tapi usahanya sudah mulai nampak sia-sia karena beberapa waktu berlalu tapi kalung berlian pemberian orang tuanya tak kunjung di dapat. Ini membuat raut wajah Katte yang penuh dengan harapan perlahan-lahan mulai memudar karena tergantikan dengan kekerutan dan cemberutan dari wajah manisnya. Kesedihannya mulai nampak, air matanya tak kuat lagi ditampung sehingga mengalir, membasahi pipi mungilnya. Katte berperasaan serta berkeyakinan bahwa sepertinya kalung itu tidak terjatuh di sini. Katte beranggapan bahwa mungkin terjatuh pada saat Katte melintasi jalan. Sambil menghapus air matanya dan dengan tergesa-gesa, Katte berjalan ke arah jalan yang dilaluinya kemarin. Setelah sudah lama berjalan dan sambil mengamat-amati jalan yang Katte lintasi, Katte belum juga menemukan kalungnya dan sepertinya pengharapan bahwa kalungnya di temukan sudah perlahan-lahan mulai sirna. Katte berhenti sejenak dan duduk di bawah sebuah pohon rindang sambil merenung…..apakah kalung itu terjatuh di rumah?..lagipula aku belum mencarinya di halaman rumah siapa tahu terjatuh di sana…..
Katte langsung berlari dengan cepat ke rumah. Ia pergi dan langsung mencari-cari dimana posisi kalungnya berada. Waktu terus berjalan dan Katte pun tak berhenti mencari kalungnya karena itu, energinya hampir terkuras habis. Karena sangat kelelahan Katte kemudian duduk di kursi halamannya dan dari raut wajahnya sudah memperlihatkan keputusasaan.
Tak lama kemudian air mata Katte mengalir keluar. Ia menangis dan menangis tiada hentinya dan yang lebih parahnya lagi Katte hanya seorang diri sehingga ia tidak bisa membagi curahan isi hatinya kepada siapapun karena stasus Katte masih wanita bujangan. Katte menangis sambil pikirannya berputar-putar dengan banyak pertanyaan…andai saja kejadian ini tidak terjadi….mengapa nasib hidupku seperti ini ….orang tuaku sudah pergi meninggalkanku…. saudarapun aku tidak punya….dan sekarang harta yang paling kusayangi karena merupakan bukti cinta orang tuaku pun hilang, entah di mana….? Tuhan… jika begini sepantasnya aku jangan dilahirkan ke dunia ini saja….. Waktu yang panjang berlalu, Katte masih merenung di mana letak kalung itu. Seketika raut wajahnya berubah, ia ingat bahwa pagi tadi ia berharap semoga kalungnya tidak jatuh di tempat terbuka. Ia kembali ke jalanan dan melihat apakah ada lubang di jalan atau tidak. Dari kejauhan ia melihat ada sebuah lubang, seketika itu harapannya bersinar kembali. Ia pergi dan menengok ternyata benar kalungnya ada di dalam lubang tersebut. Katte berusaha menggapainya tapi lubangnya agak sedikit dalam, ditambah sangat sempit sehingga Katte tidak bisa mengambil kalungnya. Dan pada waktu itu Katte melihat ada seorang pejalan kaki yang membawa pancing. Ia memanggil orang tersebut untuk menolongnya. Tapi orang tersebut enggan dan berkata bahwa hanya akan membuang waktunya. Katte tidak menyerah ia membujuk orang tersebut dengan bayaran besar jika berhasil mengambil kalung berliannya. Alhasil, orang tersebut setuju sehingga kalung berharga Katte pun dikeluarkan. Katte sangat senang dan tanpa pertimbangan lagi Katte mengambil sejumlah besar uang dan memberikannya kepada orang tersebut.