Matematika dalam Kain Tenun Rote: Eksplorasi Matematika dalam Budaya

Oleh: Maria Killa

Artikel Opini252 Dilihat

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting. Matematika dikenal sebagai ilmu dasar yang memiliki peran penting dalam berbagai proses kehidupan. Sebagai ilmu dasar, matematika wajib diajarkan disemua jenjang pendidikan baik dari TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Menurut Lestari (dalam Aziz & Ali, S. 2019) matematika adalah ilmu universal yang menjadi dasar dalam perkembangan teknologi modern, dan berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.

Namun dalam pembelajaran di sekolah matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang menakutkan, sulit, dan membuat otak menjadi sakit oleh sebagian besar peserta didik. Bahkan padangan matematika yang menakutkan dan sulit juga berkembang sampai ke kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat. Hal tersebut membuat sebagian besar peserta didik menjadi takut dan merasa tidak bisa sebelum belajar matematika.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran matematika di sekolah adalah penempatan jam pelajaran matematika di siang hari. Saat belajar matematika di siang hari, kebanyakan peserta didik sudah lelah, loyoh, mengantuk, bosan, lapar dan tidak bersemangat karena sudah lelah belajar dari pagi. Ditambah dengan pandangan sebelumnya terhadap matematika yang dianggap ilmu yang sulit dan menakutkan serta peran guru dalam mengajar yang mombosankan dan harus dipelajari di siang hari membuat peserta didik semakin tidak bersemangat, tidak berkonsentrasi dan tidak siap dalam menerima pelajaran. Berdasarkan pengalaman sebagian besar peserta didik lebih menyukai belajar matematika di jam pagi, dengan alasan masih segar sehingga lebih semangat dan lebih berkonsentrasi dalam belajar.

Penempatan jam pelajaran matematika di siang hari juga sudah menjadi suatu masalah umum dalam pembelajaran di matematika di sekolah. Masalah tersebut sudah diteliti oleh beberapa peniliti. Menurut penelitian yang dilakukan Rizki (2021) penempatan jam pelajaran matematika di pagi hari diperoleh rata-rata nilai kelas sebesar 74,94 sedangkan penempatan jam pelajaran matematika di siang hari diperoleh rata-rata nilai kelas sebesar 66,56. Sedangkan menurut Aziz & Ali, S. (2019) dari wawancara yang dilakukan terhadap 24 peserta didik diperoleh 22 siswa lebih suka belajar matematika di waktu pagi karena tubuh dan otak masih segar, minat belajar cukup tinggi, masih fokus dan lebih siap dan bersemangat dalam menerima pelajaran. Karena itu penempatan jam pelajaran matematika merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dan hasil belajar peserta didik.

Matematika sebenarnya bukan ilmu yang sulit karena matematika ada dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikan pembelajaran matematika harus didasarkan pada contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari, dan dibuat semenarik mungkin agar peserta didik tidak merasa bosan terlebih saat diajarkan pada jam siang. Seiring berjalannya waktu, saat ini pembelajaran matematika dengan menggunakan contoh kehidupan sehari-hari sudah diterapkan di sebagian sekolah. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pembelajaran matematika juga berkembang dalam budaya yang kemudian dikenal dengan sebutan etnomatematika (matematika dalam budaya).

Menurut Imaniyah, dkk (2020) mengemukakan bahwa pada umumnya matematika terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi kebiasaan, adat dan budaya. Matematika dalam budaya masih masih merupakan sesuatu yang baru dan belum diketahui dan dikenal secara luas dalam pembelajaran matematika dan bahkan dalam masyarakat. Ketika berbicara tentang matematika dalam budaya respon balik yang selalu diberikan adalah “masa iya?, bagaiman mungkin? “. Ini menunjukkan bahwa matematika dalam budaya masih menjadi hal yang sangat baru. Padahal matematika dan budaya sudah ada dan digunakan dari jaman dulu.

Matematika dalam budaya dapat dapat ditemukan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari karena budaya, matematika dan kehidupan saling berdampingan. Matematika dalam budaya juga sudah menjadi hal yang menarik dan sudah banyak penelitian sekarang yang membahas tentang hal tersebut yang dikenal dengan etnomatenatika. Domikus, 2018 dalam bukunya yang berjudul Etnomatematika Adonara mengungkapkan bahwa matematika dalam budaya memiliki kararkteristik diantaranya counting (menghitung), locating (melokalisir, menentukan), measuring (mengukur), designing (merancang, menciptakan), playing (permainan), dan explaining (menjelaskan). Karakteristik tersebut berguna menjadi acuan bagi peneliti-peneliti untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan pengetahuan matematika yang ditemukan dalam budaya.

Contoh-contoh matematika dalam budaya adalah sebagai berikut matematika dalam aktivitas menganyam di mana dalam proses mengayam dan hasil anyaman terdapat konsep matematika berupa geometri dan bilangan polindromik. Aktivitas mengukur dalam budaya sehari-hari mengandung konsep matematika ukuran satuan baku dan tak baku. Konsep operasi hitung juga ditemukan dalam budaya sehari-hari. Ada juga konsep matematika berupa geometri yang ditemukan dalam budaya kain tenun. sebagai contoh diberikan matematika dalam budaya kain tenun Rote motif ana langi ( motif dari Raja Ndao).

Dari berbagai uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan konsep matematika dalam budaya akan menjadi sebuah pembelajaran matematika yang baru, menarik, dan kreatif bagi peserta didik. Dan dapat juga diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah sebagai inovasi baru dalam dunia pendidikan.

 

 

*Penulis adalah guru matematika di SMAN 1 Pantai Baru, Kabupaten Rote Ndao.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar