- Mengapa Pembelajaran Sosial Emosional Penting?
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) adalah proses dimana anak dan orang dewasa memahami, merasakan, dan mengekspresikan emosinya, serta belajar empati terhadap orang lain. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik. Pembelajaran sosial emosional memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia.
Pembelajaran Sosial emosional sangat penting agar selaras dan seimbang jadi bukan hanya akademis saja tetapi peserta didik mampu mengontrol kemampuan sosio emosionalnya. Sebagai pendidik kita ingin menyiapkan peserta didik yang terampil untuk menghadapi kehidupan. Seperti pepatah dari Aristotelles “mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali”.
Pembelajaran sosial dan emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) bertujuan untuk mengembangkan 5 Kompetensi Sosial Emosional yaitu sebagai berikut:
- Kesadaran Diri (Self Awareness)
Kemampuan untuk memahami emosi, pemikiran dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku dalam berbagai konteks situasi.
- Mengidentifikasi emosi – emosi dalam diri;
- Mengidentifikasi kekuatan/ aset diri dan budaya;
- Dapat menggabungkan identitas pribadi dan identitas sosial;
- Menunjukkan integritas dan kejujuran;
- Dapat menghubungkan perasaan, pikiran dan nilai – nilai;
- Memupuk efikasi diri;
- Memiliki pola pikir bertumbuh.
- Manajemen Diri (Self Management)
Kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran dan perilaku secara efektif dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi.
- Mengelola emosi diri;
- Mengidentifikasi dan menggunakan strategi – strategi pengelolaan stres;
- Menunjukkan disiplin dan motivasi diri;
- Merancang tujuan pribadi dan bersama;
- Menggunakan keterampilan merancang dan mengorganisir;
- Memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif;
- Mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok.
- Kesadaran Sosial (Social Awareness)
Kemampuan untuk memahami perspektif dan berempati dengan orang lain, termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya dan konteks yang berbeda.
- Mempertimbangkan pandangan/pemikiran orang lain;
- Mengakui kemampuan/kekuatan orang lain;
- Mendemonstrasikan empati dan rasa belas kasih;
- Menunjukkan kepedulian atas perasaan orang lain;
- Memahami dan mengekspresikan rasa syukur;
- Mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk dengan norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan.
- Keterampilan Berelasi (Relationship Skill)
Kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat dan mendukung serta menavigasi situasi dengan individu dan kelompok yang beragam secara efektif.
- Berkomunikasi dengan efektif;
- Mengembangkan relasi / hubungan positif;
- Memperlihatkan kompetensi kebudayaan;
- Mempraktikkan kerja sama tim dan pemecahan masalah secara kolaboratif;
- Dapat melawan tekanan sosial yang negatif;
- Menunjukkan sikap kepemimpinan dalam kelompok;
- Mencari dan menawarkan bantuan apabila membutuhkan;
- Turut membela hak – hak orang lain.
- Pengambilan Keputusan Yang Bertanggung Jawab (Responsible Desicision Making)
Kemampuan membuat pilihan yang tepat dan konstruktif tentang perilaku pribadi dan interaksi sosial dalam berbagai situasi.
- Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran;
- Mengidentifikasi/ mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial;
- Belajar membuat keputusan beralasan/masuk akal, setelah menganalisis informasi, data dan fakta;
- Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar sekolah;
- Merefleksikan peran seseorang dalam memperkenalkan kesejahteraan psikologis diri sendiri, keluarga, dan komunitas;
- Mengevaluasi dampak/pengaruh dari sesorang, hubungan interpersonal, komunitas, dan kelembagaan.
- Pengalaman Yang Paling Bermakna
Refleksi: Momen AHA untuk Siswa yang Sering Mengantuk di Kelas, Tidak Konsentrasi saat Kegiatan Pembelajaran dan Jarang Masuk Sekolah
Setiap guru pasti pernah menghadapi tantangan dengan peserta didik mereka. Saya sendiri pun pernah mengalaminya. Pengalaman saya yang paling bermakna bagi saya adalah ketika berhasil memberikan momen “AHA” kepada salah satu peserta didik yang mengalami permasalahan jarang masuk sekolah dan ketika guru sedang mengajar peserta didik ini tidak fokus, dia lebih suka menggambar.
Peserta didik tersebut namanya Viky Ndun. Dia adalah anak wali saya di sekolah. Saya, selain sebagai wali kelasnya juga merupakan guru yang mengajar mata pelajaran matematika di kelas mereka. Viky sering tidak masuk sekolah dan tidak ada konsentrasi ketika guru sedang mengajar. Hal ini tentu saja mempengaruhi motivasi belajarnya dan juga interaksi dengan teman-temannya. Saya menyadari bahwa untuk membantu Viky saya harus memahami akar permasalahan yang dihadapinya.
Berdasarkan pengamatan saya sebagai wali kelas dan laporan dari beberapa guru mata pelajaran, Viky tidak suka dengan guru atau teman-temannya yang menegurnya secara kasar ketika tidak konsentrasi dalam kegiatan pembelajaran dan meninggalkan kelas saat pembelajaran berlangsung tanpa ijin. Dari permasalahan yang terjadi, saya mulai memahami karakternya dan melakukan pendekatan personal untuk mencari tahu akar permasalahan. Setelah melakukan pendekatan personal, saya mengetahui bahwa Viky adalah anak dari keluarga yang broken home dan kurang mampu, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya dan kehidupan sehari-hari dia harus bekerja sebagai nelayan di malam hari. Hal ini mengakibatkan Viky bersikap apatis terhadap kegiatan pembelajaran di kelas, sering mengantuk dan jarang masuk sekolah.
Setelah saya memahami apa yang dialami oleh Viky, saya mulai merancang strategi untuk bisa membantu dia. Saya berdiskusi dengan WAKASEK (Wakil Kepala Sekolah) bagian kesiswaan. dan rekan guru untuk mencari solusi yang tepat. Kami sepakat untuk memberikan perhatian khusus, humanis dan berusaha memenuhi kebutuhan belajarnya. Selanjutnya saya juga berdiskusi dengan orang tuanya. Dari hasil diskusi tersebut kami bersepakat untuk bekerja sama memberikan perhatian dan kasih sayang kepada Viky.
Hasil yang diperoleh setelah melaksanakan strategi tersebut, kami melihat ada perubahan positif pada diri Viky. Perubahan tersebut yakni Viky sudah mulai rajin datang sekolah, konsentrasi belajar mulai meningkat, tidak lagi bersikap apatis dan sudah berinteraksi dengan baik. Momen “AHA” ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi Viky, tetapi juga mengajarkan saya tentang pentingnya memahami setiap individu dengan lebih mendalam dan memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Refleksi ini mengingatkan saya bahwa setiap peserta didik memiliki latar belakang kehidupan dan tantangan yang tidak sama. Sebagai guru, tugas kita bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi motivator dan pendukung bagi peserta didik.
|